HMB Jakarta Menuntut Penegakan Hukum Terhadap Kasus Pelecehan Seksual 

Terjadi kembali, kasus pelecehan seksual di Banten ini seakan tidak pernah selesai. Setelah beberapa waktu tercatat dalam satu semester tahun ini hingga 44 kasus pelecehan seksual, jumlah kasus pada tahun ini lebih tinggi dibanding dengan tahun lalu hanya 56 kasus saja. Dikutip dari media Bantenpos.co. (15/07/2022)

“Sangat disayangkan sekali melihat angka kasus yang tinggi ini, seakan pemerintah tidak mampu menyelesaikan permasalahan ini”. Kata Resha Selaku wakil ketua umum HMB Jakarta (24/11)

Bacaan Lainnya

Kali ini kasus pelecehan terjadi di Pandeglang. Di duga dilakukan oleh seorang oknum anggota DPRD Pandeglang. Ari Nurman selaku Ketua Umum HMB Jakarta menilai bahwa ini menjadi aib besar untuk pemerintahan daerah.

“Seharusnya pemerintah sebagai perwakilan rakyat adalah tameng utama dalam pencegahan kasus pelecehan seksual ini, karena dilihat dari segi pandangan manapun prilaku ini adalah prilaku buruk yang merugikan masyarakat, terutama bagi korban pelecehan seksual baik itu dari kalangan anak di bawah umur maupun perempuan. Ini merupakan catatan merah pada pemerintahan daerah kabupaten Pandeglang”. Katanya (24/11)

Selanjutnya Ari menambahkan, “Pejabat terduga harus mendapatkan PAW dari pihak terkait pemerintah karena menurut kami ini termasuk pelanggaran berat yang bisa mencederai nama pemerintahan sebagai wakil rakyat yang seharusnya sosok contoh bagi masyarakat.”

Kasus pelecehan seksual ini bukan perkara kecil, karena bisa menimbulkan kerusakan mental yang sangat besar bagi korban pelaku. Di tenemukan kejanggalan terhadap tindak lanjut daripada kasus ini. YY selaku ibu korban mengungkapkan bahwa ini merupakan laporan kedua dimana laporan pertama minta di dampingi dari pihak Perlindungan Anak Indonesia akan tetapi urung didampingi dengan alasan anaknya sudah berusia 18 tahun, sehingga tidak masuk kategori pendampingan KPAI.

“Disini menjadi pertanyaan bagi saya, Apakah pihak KPAI memberikan arahan kepada pihak korban yang melapor ? Seharusnya KPAI memberikan arahan terkait prosedur pelaporan, meskipun urung mendampingi dikarenakan korban melewati batas umur dalam kategori anak. Setidaknya ada dukungan moral terhadap korban “. Kata Resha

Selanjutnya, mediasi sempat dilakukan oleh pelaku beberapa bulan lalu, namun tidak menemukan titik terang karena tidak ada kejelasan. YY mengatakan “pelaku hanya meminta maaf, dan kalau maaf saya terima, tapi proses hukum tetap berlanjut tidak mau kasus ini selesai begitu saja.” Katanya. (21/11) RADARBANTEN.CO.ID.

Dikutip pula dari RADARBANTEN.CO.ID. bahwa Kanit PPA Polres Pandeglang IPDA Akbar, saat dikonfirmasi belum memberikan keterangan lebih lanjut atas kasus pelecehan seksual yang diduga menyeret salah satu anggota DPRD Pandeglang. Yang selanjutnya diperkuat oleh keterangan Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Pandeglang, Wildani Hapit, bahwa ada Anggota PPA Satreskrim Polres Pandeglang yang melakukan koordinasi dengan pihak Kejaksaan.
“Kordinasi itu membahas seputar penanganan perkara. Dari Unit PPA Polres Pandeglang hanya koordinasi biasa antara penyidik dan jaksa terkait perkara tengah ditangani,” katanya.

Disini Ari Nurman selaku ketua umum HMB Jakarta menilai pihak yang berwajib tidak tuntas menyelesaikan kewajibannya, kalaupun KPAI enggan untuk mendampingi setidaknya ada arahan dari pihak berwajib untuk membantu proses pelaporan ini. Dan berharap kasus tersebut diproses dengan cepat dan tuntas.

“Kami sangat mendukung pihak korban secara moralitas agar kasus ini tetap diproses secara hukum yang sesuai dengan undang-undang negara.” Ungkap Ari

Sesuai dengan jenis pelecahan seksual pada kasus ini yaitu pelecehan seksual secara fisik seperti keterangan pelaku pada media RADARBANTEN.CO.ID.

Selanjutnya Ari Nurman menambahkan, “Menurut kami pelaku pelecehan berhak mendapat hukuman yang sudah tertera pada Pasal 6 UU, pelaku pelecehan seksual fisik dapat dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 300 juta. Bunyi Pasal 6 huruf a UU TPKS dan lanjutan Pasal 6 huruf b”.

Selain itu, HMB juga berharap ada tindak lanjut untuk pihak korban agar mendapat bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis, karena melihat keterangan Ibu korban bahwa anaknya mengalami trauma. Hingga sering berteriak tanpa alasan yang jelas. Perlakuan ini berhak atas pihak korban seperti yang di jelaskan pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. “HMB Jakarta siap mengawal kasus ini sampai tuntas dan mendorong secara moralitas untuk keluarga korban”. Kata Ari

Hotmar

Pos terkait