Jakarta – Indonesia adalah negeri yang rawan gempa. Kondisi geografisnya yang berada di jalur Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) sangat berisiko bagi keselamatan manusia.
Belajar dari sejarah bencana gempa yang terjadi di Indonesia, pada dasarnya telah memberikan pelajaran penting tentang bagaimana membuat bangunan yang tahan gempa dan menjadi bentuk kesiapsiagaan serta mitigasi bagi masyarakat.
Isu ini diangkat dalam suatu diskusi bulanan terbatas oleh Research & Response Network BRORIVAI Center yang bertema โMenyelamatkan Bangsa Dari Bencanaโ bertempat di Jl. Kalisari Lapan 47, Jakarta, Minggu 11 November 2018.
Pemerhati politik, keamanan dan pembangunan, Abdul Rivai Ras yang juga Founder BRORIVAI Center berpendapat bahwa, orang Indonesia yang hidup di cincin api Pasifik mesti siap dengan risiko gempa. Salah satu caranya adalah membangun rumah tahan gempa.
โMeskipun gempa tidak selalu membunuh secara langsung, tetapi adanya bangunan yang runtuh akibat gempa dapat menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Karena itu, saatnya pemerintah menggalakkan dan bahkan mengupayakan bangunan dan rumah tahan gempaโ, ungkap Rivai yang juga pernah mengecap pendidikan Arsitektur ini.
Lebih lanjut Rivai mengatakan dalam 20 tahun ke depan, potensi ancaman nyata pertahanan adalah ancaman dari berbagai dampak yang disebabkan oleh bencana, sehingga Indonesia harus lebih siap menghadapi kemungkinan buruk tersebut.
โKe depan dampak risiko bencana yang berinteraksi dengan perubahan iklim, kerusakan lingkungan hidup, pembangunan dan pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat dan menjadi tantangan bagi pembangunan manusiaโ, paparnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, kita patut belajar dari Jepang, dimana negara ini menjadi salah satu paling banyak bencana gempanya, sudah mulai mengganti bangunan-bangunannya menjadi bangunan tahan gempa.
Selain itu, inovasi untuk membuat bangunan tahan gempa pun terus dilakukan, misalnya saja Jepang berhasil mengembangkan rumah anti-gempa dengan model terbaru. Salah satu model rumah tahan gempa terbarunya yang dibuat adalah dengan memanfaatkan teknologi airbag.
Demikian halnya di Amerika Serikat, juga berhasil mengembangkan model rumah tahan gempa terbarunya yakni melengkapi bagian struktur fondasi rumah dengan “isolator” yang dapat bergeser. Teknologi tersebut memungkinkan seluruh bangunan rumah akan bergeser di sepanjang tanah yang bergetar ketika gempa sedang terjadi.
Dalam diskusi ini dihadiri oleh keterwakilan kelompok para penstudi ketahanan nasional dari Universitas Indonesia dan studi manajemen bencana dari Unhan, penstudi teknik bangunan serta jaringan R&R BRORIVAI Center Jakarta yang tepat pelaksanaannya jatuh pada Hari Bangunan Indonesia (11/11/18).
Red